RSS

Mohammad Suyadi, Virdes Batik Collection : dimana adaGula di Situ ada Semut

“Ingin dicari orang.” Itulah jawaban Mohammad Suyadi kepada teman-temannya yang sempat menertawakan ide membangun galeri batik di Cluring, Banyuwangi. Bukan tanpa sebab idenya dipandang tidak berhasil. Maklum, kala itu, ia sudah sukses di Bali sementara akses jalan di Cluring belum dibangun pemerintah. Orang biasa tentu lebih memilih Bali daripada membangun galeri di daerah yang jauh dari pusat keramaian wisata.

 Namun, strategi Pemenang Pertama Kategori UKM Kepatuhan Terhadap Kewajiban Angsuran dan Kewirausahaan “Semen Gresik UKM Award 2010” ini tidak salah. Kini art gallery Virdes Batik Collection yang dibuka dari tahun 2000 selalu menerima kunjungan tiap hari. Banyak sekolah, universitas, komunitas dan pihak lain yang mengunjungi tempatnya untuk wisata studi ataupun belajar tentang batik.
Pelanggan tetapnya datang dari kalangan BUMN, Polri, TNI dan birokrasi daerah, propinsi maupun pusat. Lokasi galeri sekaligus tempat proses batik yang mencapai satu hektar pun sering diinapi tamu-tamu asing. Tamu dari 37 negara, papar Suyadi, telah mengunjungi tempat usahanya. ”Itu hadiah atas siaran langsung dari CNN tahun 2002 lalu,” ungkap pria kelahiran Banyuwangi, 29 Agustus 1965. Selain CNN, majalah internasional Time pernah memberitakan pula di tahun 2001.

Galerinya juga sering dipakai sebagai obyek foto, syuting untuk siaran TV maupun obyek film dokumenter kelas lokal maupun dunia. Karyawan Virdes Batik Collection di galeri ada 60 orang. Jumlah keseluruhan karyawan di dalam maupun di luar galeri mencapai 200 orang. Sedangkan mengenai pemilihan nama Virdes, diambil dari nama perempuan yang dulunya disukai Suyadi, dan sekarang telah menjadi isterinya. “Saya senang sama dia dan alhamdullilah keturutan. Namanya Dewi, kebetulan berbintang Virgo sama seperti saya. Jadi Virdes itu singkatan dari Virgo Dewi Suyadi,” katanya mensyukuri nama yang juga disukai kalangan internasional ini.


Berawal dari Kegigihan untuk Belajar
 Kondisi Mohammad Suyadi saat ini sangat berbeda dengan Suyadi di tahun 1985. Pada tahun tersebut, ia harus bekerja ikut orang selama setahun di Bali karena tidak memiliki modal. Kebetulan tempatnya bekerja juga bergerak di bidang pembuatan batik. Setelah Suyadi merasa mampu, ia berusaha untuk mandiri. Bekerjasama dengan lima temannya, ia mendirikan usaha batik di Bali. Sayang, baru menginjak bulan ketiga, terjadi keretakan kepemilikan usaha.
Hanya dia dan satu temannya yang bertahan untuk meneruskan. Berjalan empat bulan, pecah lagi hingga hanya Suyadi yang bertahan. ”Itu terjadi pada 3 Nopember tahun 1986,” kenang Suyadi. Walau sendiri, ia terus menjalankan usaha batiknya. Tahun 1994 Suyadi memperluas pemasaran ke pasar internasional selain pasar Bali. 

Ada Gula Ada Semut
Suami dari retno Dewi Setiowati ini memiliki moto hidup sederhana. Ia juga mengajarkan kepada anak-anaknya sebuah ungkapan yang sudah dijalaninya sendiri. ”Ada gula ada semut, sejauh-jauh burung terbang pasti kembali ke sangkar,” ungkapnya. Jika seseorang memiliki potensi yang bagus, imbuhnya, hendak bersembunyi kemanapun pasti akan dicari. Ia pun mencontohkan, ”Di mana pun (terpencilnya) tempatnya dukun, pasti akan dicari.” Prinsip inilah yang melandasi pemilihannya di Cluring. Ketika banyak orang mempertanyakan siapa orang yang mau membeli batik di tempat terpencil, Suyadi menjawab dengan ungkapan tadi : ada gula ada semut. ”Di mana ada barang bagus pasti dicari,” jawab dia. 
Hal yang diyakininya ternyata berjalan dengan baik. omzet bukan menurun malah semakin naik. Para pembeli yang datang ke Cluring seringkali memborong batik karyanya. ”Mungkin karena pembeli yang datang dari jauh seperti Malang, Surabaya, Jakarta. Mereka pasti memperhitungkan biaya transportasi juga kalau cuman beli satu. Selain itu, batik saya yang dijual agen di Jakarta mahalnya luar biasa,”katanya. 

Keuangan dengan Prinsip Qolbu
”Karena saya tidak punya modal, jujur saja saya langsung minta uang muka,” ungkap Suyadi. Ia memilih terbuka kepada konsumen yang memesan batik sehingga perlahan tapi pasti, ia bisa mengumpulkan uang untuk membesarkan usahanya. Selain mengikuti order proyek besar, bapak empat anak ini juga giat mencari pembeli yang lain. Ia mengaku tidak mau dibutakan dengan proyek besar sehingga lupa diri.
Para pekerjanya pun juga dibagi untuk mengerjakan order besar dan order lainnya. Melalui cara tersebut, sekalipun tidak mendapatkan order proyek besar, usaha Suyadi tetap berjalan. Dalam menjalankan keuangan usaha, Suyadi menggunakan prinsip manajemen qolbu. ”orang belanja yang tidak membayar pun, saya tenang,” ucapnya. Suyadi meyakini bahwa Allah kaya dan akan mengganti kerugiannya. Menurut Al Quran pula, mereka yang tidak mau bayar, rezekinya akan diambil hingga 18 kali lipat. Walaupun ada bagian penagihan, Suyadi lebih memilih merelakan daripada harus menagih. Sebaliknya, ia juga membayar para supplier-nya sesuai perjanjian.Tak heran jika ia tidak pernah ditagih oleh para supplier bahkan hubungannya dengan para supplier awet dari awal bisnis hingga saat ini. ”Hubungannya sudah seperti keluarga sendiri,” ujar dia. Dukungan para supplier, permodalan dari PKBL Perhutani dan Bank yang mencapai satu miliar per tahun itu membuat usahanya semakin jaya. Saat ini, jika kondisi cuaca mendukung, omzet usahanyamencapai Rp 20 juta per hari atau sekitar Rp 7,2 miliar dalam setahun.

Dari Pasar Internasional ke Lokal
Awal pemasaran batik dipupuknya sejak Suyadi masih bekerja ikut orang di Bali. ”Sekalipun ikut orang, saya sudah dipercaya menangani relasi perusahaan. Ketika mandiri, pemasaran saya bisa berjalan bagus,” terangnya. Salah satu strateginya adalah menggarap pasar luar negeri terlebih dahulu. Maklum karena karya batik masih lebih dihargai oleh asing daripada di negeri sendiri. untuk mewujudkannya, ia membuat satu contoh desain batik seraya menitipkan di toko-toko, agen-agen di Bali sambil meninggalkan kartu nama. Dari situ, ia mulai mendapatkan konsumen pasar luar negeri. Pada 1992 Suyadi memperoleh penghargaan dunia di Jerman atas motif batik BST 87.
“Ketika itu tanpa sengaja motif yang saya kirim ke Jerman menjadi motif batik terlaris, sehingga dapat penghargaan. Ketika menerima penghargaan, yang memakai batik saya adalah top model dunia. Saya bangga,” ungkap dia. BST 87 artinya adalah Batik Suyadi urutan desain nomor 87. Berkat penghargaan tersebut, konsumen luar negerinya pun semakin bertambah banyak dan sudah merambah ke Milan, Italia, Paris, LA, Hawaii, Inggris, Jepang dan Australia. Penghargaan nasional yang berhasil diraihnya di antaranya adalah penghargaan Puteri Citra di tahun 1992. Kala itu, Batik Virdes berhasil menyabet 8 dari 9 penghargaan nasional. Setelah ia berhasil menggarap pasar luar negeri, barulah Suyadi menggarap pasar lokal. 
Nama usaha : Virdes batik collection
Produk : Batik Stamp, batik Tulis, batik Sutra, Hand painting, abstrak, batik Tradisi banyuwangi
Ar t gallery : Jl. doktren baitus Salam Simbar Tampo RT 01 RW 02, Cluring, Banyuwangi
Telp : (0333) 394214
Art Shop: Jl. ikan Gurita no 52, Karangrejo, banyuwangi
Telp : (0333) 410542
HP : 081 23 46 64 21

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar